MetroKapuas.Com,Sintang, Kalbar – Program Guru Garis Depan (GGD) dan Sekolah Garis Depan (SGD) merupakan pembangunan sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Melalui dua program ini, harapan Presiden Joko Widodo agar wilayah pinggir Indonesia juga ikut maju dapat tercapai, salah satunya melalui bidang pendidikan.
Program GGD merupakan kebijakan afirmasi Kemendikbud untuk menempatkan guru berstatus PNS di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal. Pilihan lokasinya didasarkan pada data rekomendasi Kementerian Desa PDTT dan usulan daerah masing-masing.
Sekretaris Komisi C di DPRD Kabupaten Sintang Melkianus, S.Sos, menegaskan agar Guru Garis Depan (GGD) tersebut tetap amanah menjalankan tugas sesuai Surat Keputusan (SK) penempatan saat mendaftar.
“Diketahui sesuai keputusan pemerintah GGD harus mengabdi minimal 10 tahun di daerah penempatan awal,” terang Melkianus.
Harapannya kepada mereka agar tetap mengemban tugas di tempat yang sudah di SK-kan. Artinya jangan melihat fasilitas yang minim.
“Karena kita di daerah perbatasan selama ini juga merasakan apa adanya kondisi itu,” tegas Melkianus yang juga berasal dari Ketungau tersebut dan sudah sangat faham dengan daerah asalnya.
Yang membuat Guru kurang betah di daerah perbatasan disebabkan beberapa faktor. Seperti minim akan sarana listrik, telekomunikasi, ini tentu menjadi dilema yang dihadapi oleh mereka.
Selaku Anggota DPRD yang berasal dari daerah perbatasan dirinya berharap kepada pemerintah baik, Pemkab, Pemprov dan Pempus untuk segera mengoptimalkan fasilitas publik di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
“Seperti Insfratruktur jalan, listrik dan sarana telekomunikasi,” pinta Anggota DPRD Kabupaten Sintang dari Fraksi Golkar ini.
Diakuinya bahwa, dengan adanya program GGD dan SGD tentu sistem pendidikan di perbatasan terbantu. Yang dalam kurun sebelum ini kurang terperhatikan oleh pemerintah pusat.
“Makanya saya berpesan pada GGD dengan penempatan Kabupaten Sintang, embanlah tugas dengan baik di tempat tugas yang sesuai SK. Jangan mengeluh,” pintanya lagi.
Kebijakan pemerintah terkait GGD ini sempat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Bumi Senentang. Mengingat, pelamar yang lulus untuk penempatan Kabupaten Sintang, sebagian besar dari luar daerah. Bahkan pelamar asli Sintang yang lulus hanya satu orang. Itupun yang bersangkutan kuliah di Jakarta.
Penolakan terhadap GGD tersebut kemudian diperparah oleh sejumlah oknum yang mengajukan pindah lebih cepat. Padahal sesuai ketentuan, mereka bisa pindah apabila sudah berdinas minimal 10 tahun di daerah penempatan pertama.